Rabu, 19 Januari 2011

Episode 2

BAB IV
DAHNYANG TANAH JAWA

Kemudian ganti yang diceritakan. Ada dua Dahnyang di tanahJawa. Keduanya sesepuh jaman di tanah Jawa, yang mengemban pulau Jawa, Sang Hyang Semar sebutannya. Dan yang satunya lagi Sang Hyang Togog. Dahnyang itu berkedudukan di gunung. Kaki gunung sebagai padepokannya. Dan telah lama sekali tinggal disitu.
Demikian yang telah disebutkan. Entah kenapa Sang Togog waktu kejadian itu, hingga sang Semar berkata : “Kakang Togog dimanakah Eengkau? Telah terjadi keributan, kejadian hujan api menghujani bumi menjadikan penghuninya porak poranda dan menjadikan berkurang tepisah – pisah. Bumi bergelimpangan mayat tersambar petir, kilat menyambuk angkasa membakar bumi dengan jilatan penuh guntur gemlegar diangkasa, gemuruh suara gunung yang bergetar!”
Entah darimana datangnya suara, tiba – tiba sang Togog menjawab: “Aku disini. Aku tak tahu penyebabnya. Bukankah kamu lebih tahu?!”
Sang Semar memberikan kabar padanya: “ Jika Engkau tidak tahu, yaitu ada utusan dari Rum datang ke Tanah Jawa membuat rusaknya demit. Tumbal dipasang merata digunung mari kita ke sana menjumpai si resi utusan itu! Dia diperintah sultan untuk menenung semua demit. Aku akan menuntut pada pendeta Rum itu, tentang banyak bekasaan yang hanyut serta hiruk pikuk buyarnya semua lelembut.”
Sang Hyang Togg mencegahnya: “Hai adik ! Jangan di jumpai!”.
















BAB v
PERTEMUAN SYEKH SUBAKIR
DENGAN DAHNYANG PULAU JAWA

Tenyata keduanya berangkat juga untuk menemui sang Resi dari Rum itu. Diperjalanan tidak diceritakan. Setelah sampai dihadapan Syekh Subakir yang ada di gunung Tidar, dia berkata: “Tuan Subakir, sebagai pendeta kenapa tuan datang kesini membuat kerusakan?”
Syekh Subakir dengan perlahan bertanya : “Kisanak…kau ini siapa? Keluar darimana kisanak berdua? Lantas apa yang kisanak inginkan sampai datang kepadaku?”
Sang Hyang Semar perlahan juga menjawab: “Ya saya ini orang Jawa, saya ingin bertemu tuan”.
Syekh Subakir berkata: “Beritanya tanah Jawa tempat yang belum ada manusianya, tempat yang masih berupa hutan belantara”.
Sang Semar langsung menyangkalnya: “Nyatanya saya orang Jawa, saya ada sebelum Tuan datang. Kami menduduki dan menetap di puncak – puncak gunung sudah mencapai 9.000 tahun dan kami berada di gunung Tidar selama 1.001 tahun”.
Sang pendeta heran mendengarnya. “Hai kamu ini bangsa apa? Apakah kamu sungguh – sungguh manusia? Umurmu panjang bukan main, sedangkan saya belum pernah tahu orang umurnya mencapai 10.000 tahun. Umurmu lebih panjang dari umur nabi Adam as. Hei Kisanak! Mengakulah! Berterus teranglah padaku! Rupanya kamu bukan manusia hingga umurmu melebihi umur Nabi Adam as. Wah umurmu sangat panjang. Jika kamu manusia tak ada manusia yang umurnya 1.000 tahun!?”
Sang Semar berkata : “Sesungguhnya saya ini bukan manusia. Sayalah dahnyang tanah Jawa yang paling tua, putranya dewa – dewi. Yang disebut Manik maya ya saya ini, Sang Hyang Syist ya saya ini, dahnyang teritoti ya saya ini, Rekannya ya saya ini, Sang Hyang Ening itu namaku, sedangkan Jaya Kusuma itu rajaku, serta ki Joko pendak Angtek – angtek kucing gati, ya sayalah yang disebut Sang Hyang semar.
Saya kesini sudah lama sekali dari ibu Hawa, dulu ibu Hawa melahirkan benihnya kemudian diadopsi(diambil) serta dirawat oleh sang Idajil. Benih itu tak berbentuk dan dicipta sedemikian rupa dan dicampur dengan maninya, maka jadilah hamba ini.
Jika Tuan belum tahu, ya ini wujud badan hamba. Seluruh dahnyang keturunan hamba, maka seluruh dahnyang itu berada di seberang tang Jawa. Jin Prayangan dan peri serta kebanyakan lelembut ya turun saya, semua menguasai tempat – tempat yang wingit(angker). Ilulu jangkitan buyut saya, sedangkan Ki Rogo titisannya burung Senhari.
Hamba bersama saudara hamba tua hamba bertempat di Jawa. Maka hamba ke sini untuk bertemu dengan paduka tuan ingin Tanya yang sesungguhnya, mengapa tuan sebagai pendeta membuat kerusakan semua anak cucu hamba?Mereka semua hanyut di sungai sampai lautan, terkapar terkena tenung. Ternyata kamu yang membunuhnya! Sisanya kebanyakan para lelembut mengungsi di lautan.”
Sang pendeta perlahan berkata: “ Hai kisanak, aku ini diutus kanjeng sultan Rum rajaku. Maka aku disuruh mengisi manusia di pulau Jawa, supaya berladang, bersawah, membuka hutan belantara. Yang kutempatkan ini orang negeri Rum banyaknya 2.000 orang berkeluarga. Itu sudah kehendak Tuhan, tidak bisa jika kamu menghalanginya.
Sang Hyang Semar berkata: “Syukurlah, jika itu kehendak sultan di Rum. Sri Raja sendiri yang menyatakan mengisi manusia di tanah Jawa, menyuruh hamba membuka hutan, karena baginda sendiri juga turun saya. Semua itu terjadi pada taqdir Jawa.
Syekh Subakir berkata: “Nanti aku beritahu kehendak Yang Maha Agung serta Mulia, dan jalannya tanah Jawa.





















BAB VI
JANGKA (RAMALAN)TANAH JAWA
SAMPAI TENGGELAMNYA PULAU JAWA

Tuan Syekh Subakir memulai ceritanya tentang riwayat pulau Jawa pada masa yang akan datang yang telah menjadi kehendak Tuhan dengan perkataannya.
“Nanti orang 2.000 ini selama 100 tahun akan bertahan hidup, mulai dari penempatan sampai 100 tahun, tidak ada yang memimpinnya lalu sirna habis. Maka selama itu belum ada peraturan, maka kehidupan orang itu seperti burung. Apabila telah genap 100 tahun lebih 51 tahun, maka Sang Hyang Sukma (Tuhan) membuat keutamaan dengan menjadikannya seorang raja yang memimpin mereka, di Giling Wesi kerajaannya. Kotanya Petataran, nama rajanya Prabu Seloprowoto. Maka peliharalah ia, dan berbaurlah dengan manusia.
Di masa raja itu kamu berbicaralah dengan bahasa manusia! Masa ini selama 100 tahun. Negeri itu mulanya zaman Budha. Ucapan dewa dan pendeta menjadi sebutan orang Budha. Masa ini 100 tahun, kemudian hilang. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.
Setelah itu menjadikan Raja lagi titisan dewa Wisnumurti nama kerajaannya Medang Kawit selama 100 tahun. Lalu lenyap semua, sudah menjadi kehendak Tuhan.
Kemudian menjadikan raja lagi, raja kembar pasukannya kufur dan dari pendeta, satu menjadi raja di Ngalengko berpasukan semua raksasa, yang satu lagi negerinya bernama Pancawati raja ini titisan Wisnumurti berpasukan semua kufur, besuk itu rawatlah!
Sedangkan kamu Togog, rawatlah besok raja yang berkedudukan diNgalengko! Peliharalah itu! Dan perang tak dapat dielakkan. Pertempuran terjadi antara orang Agama melawan orang kufur, hancurlah negara Ngalengko tertumpas habis sama sekali. Negeri ini berkuasa selama 40 tahun.
Kemudian Tuhan menjadikan raja lagi yang berpusat di Wiroto dan juga di Madura selama 50 tahun, hilangnya pangkal negara (pusat kerajaan).
Kemudian ada raja lagi disebelah kota ini (Wiroto), hanya 60 tahun lamanya.
Kemudian ada lagi kerajaan yang rajanya namanya tersohor dinegerinya, maka dampingilah raja ini! Negeri ini 40 tahun lalu hilang, diganti raja yang beriman dari tanah Arab. Kerajaan di Jorogo, naik tahta dengan segala usahanya tapi kerasukan iblis atau setan laknat, itu yang disayangkan. Perbuataanya adalah kemungkaran. Sampai 60 tahun hilang lagi.
Dan Allah menjadikan raja lagi dengan gelar Sri Maha Punggung, patihnya Jagul Mudha ing Igo. Kerajaannya di kaki gunung Lawu, negerinya indah dan subur, tegaknya keadilan sang raja 100 tahun, lalu hilang.
Lalu Tuhan menjadikan raja lagi, yaitu Kahuripan, kerajaan ini juga 100 tahun lalu hilang.
Dan menjadikan raja lagi empat raja yang bergantiaan. Ibu kotanya Jenggolo, Kediri, Ngurawan dan Singosari. Maka itu rawatlah! Kamu nanti bergantilah nama, dengan nama Ki Jaulan. Perhatikan pesanku ini Ki Semar! Keluarlah kamu nanti dan bergantilah nama samaran Juwalih!”
Sang semar mendengarkan kisah dan pesan – pesan Syekh Syubakir. Dan Syekh meneruskan ceritanya pada kedua dahnyang itu yang sebagai sesepuhnya segala Dahnyang di Jawa.
“Besok ada titisan Wisnu, jangan engkau berpisah dengannya! Yang menjadi raja diJenggala sebagai Ibu kotanya, bergelar Raja Rawis Renggo yang sakti mandraguna, memiliki prajurit – prajurit yang sakti pula, masanya 100 tahun. Hilang lagi.
Kemudian Tuhan menjadikan raja lagi di Pejajaran sebagai Ibukotanya setelah kerajaan Jenggala itu. Kerajaan ini juga 100 tahun lamanya lalu lenyap pula sampai turun ketiga hancurnya kerajaan ini, pertempurannya melawan anak kecil.
Itulah kisanak ceritaku tentang raja – raja yang akan memimpin diJawa.
Ya disitu selesainya campuran bangsa halus dengan bangsa manusia ( hidup berbaur, berkomunikasi langsung. Pada masa ini bangsa siluman yang tadinya kasat mata menjadi tak terlihat lagi oleh manusia).
Pemeliharaanmu sudah menjadi kehendak Tuhan, ganti jagalah anak cucumu! Bertempatlah besok dikaki gunung kendil! Kamu lebih baik berganti nama yang baru.
Sedangkan ki Togog, besok kamu bertempatlah di Ludaya! Dan gantilah namamu menjadi Haibar Catur!”.
Kedua sesepuh Dahnyang Jawa itu menerima begitu saja apa yang telah diceritakan Syekh Subakir kepadanya.
Syekh Subakir masih meneruskan ceritanya, “Setalah hilangnya Pejajaran kemudian Tuhan menjadikan raja lagi, raja besar dan lebih luhur. Ibu kotanya diMajapahit, berperang melawan anaknya sendiri. Lebih ramai pertempuran ini, pertempuran ini telah menghancurkan segalanya, banyak korban juga anak – anak gadisnya. Kerajaan ini benar – benar habis dan lenyap ( Demak yang merupakan anak Mojopahit, R. Patah putra Brawijaya 1 anak angkat Brawijaya V). Yang terjadi hanyalah kehendak Tuhan.
Kemudian berdiri kerajaan Demak. Lebih banyak wali agung yang datang keJawa dan menetap di Jawa. Mereka banyak yang berasal dari Persia (Iran), Yaman atau Timur tengah, para wali ini mengajarkan pelajaran ilmu syareatnya Nabi Muhammad utusan Allah, diwaktu itu telah hilanglah zaman Budha, telah banyak yang memeluk Islam mengikuti agama Nabi. Kerajaan Demak umurnya 64 tahun, kemudian setelah hilangnya pusat kerajaan Demak, Tuhan menjadikan raja lagi di Giri dan Pajang dalam tiga masa lakon (Galu jangka), rajanya lebih bodoh hanya bertahan sampai 8 tahun. Hilanglah kota Pajang sebagai pusat kerajaan.
Sudah menjadi kehendak Tuhan menjadikan Raja lagi diMataram. Raja itu tahu dari bisikan para sakti apa yang telah dinujumkannya. Dia sendiri sakti – saktinya perwira perang. Gemilangnya kemenangan – kemenangan perang, keperkasaan, dapat mengalahkan pasukan musuh. Dan raja ini lebih sakti seperti tiada tandingannya, raja ini masih keturunan pendeta. Raja ini bergelar senopati, musuh sangat takut bila perang berhadapan langsung dengannya, wilayahnya semua tanah Jawa. Sampai usia 100 tahun, kota Mataram hilang pada keturunan ke-4 dan itu sudah kehendak Tuhan.
Sejak berdirinya Mataram sampai sekitar 501 tahun, negara Mataram rusak diserang orang Galan (Penjajah Portugis/orang Eropa), orang Bogis, Maduran dan orang sekutu, yang sebaiknya orang – orang itu harus dilawan. Lagi pula sudah genap hitungannya. Tuhan kembali berkehendak menjadikan raja lagi beribukota diWONOKERTO. Terletak di sebelah baratnya kota Pajang. Rajanya adalah Sendang Ruwang. Kerajaan ini lantas lenyap juga lalu berganti raja lagi dan rusaknya sudah menjadi kehendak Tuhan bertemu pasukan (apanggih kadiya negri) dan terserang (binedah) orang – orang Cina. Maka lebih seru pertempurannya. Perang yang terjadi sudah menjadi kehendak Tuhan. Dan menjadikan raja lagi berkedudukan diMataram, yang satu ini disebelah Timurnya Pajang. Bagaimanakah zaman ini?”Dua dahnyang Jawa ini diam saja mendengar cerita pertanyaan Syekh Subakir.
Syekh Subakir meneruskan dan menjawabnya sendriri. “Oraang Jawa banyak terkena fitnah oleh orang yang masih saudaranya sendiri, banyak yang berkhianat, banyak yang berbuat durjana dan jahat serta gagalnya hasil pertanian. Lebih memalukan lagi karena banyaknya wanita, orang yang taraf kehidupannya terpandang menjadi rendah, dan wanita Cuma jadi selir.
Syaithan juga berkumpul, merasuki, mengelilingi banyak manusia dan menggodanya. Tak dapat dihindarkan lagi. Sebaiknya jangan kau lupakan zaman ini !”
Zaman ini dinamakan zaman Sengara (zaman Edan). Banyak anak lupa pada orang tuanya, Bapak lupa pada anaknyaSudah berapa banyak manusia kerasukan iblis, banyak dilanda musibah, kemurkaan Tuhan datang lebih besar lagi. Gemblegar suara gunung. Bumi bergoncang dan menganga terbelah – balah. Gempa bumi dengan dahsyatnya, gunung – gunung meletus. Gunung Lawu memuntahkan lahar. Dengan datangnya keributan berupa gempa bumi, hujan debu, hujan kerikil, sekejab kilat, alam menjadi gelap. Api berkobar – kobar, percikan – percikan bunga api bagaikan tawon berterbangan. Karena disebabkan banyaknya terjadi perang angkara murka. Maka itulah banyak korban kebakaran. Lama kelamaan semakin bertambahlah kemurkaan itu yang menjadi musibahnya tanah Jawa. Sudah jarang manusia yang ingat pada ketentuan – ketentuan hukum Tuhannya. Keinginan orang banyak tertuju pada perbuatan – perbuatan yang dimurkai, anak kecil sudah bisa menghitung uang dan harta, sampai – sampai anggota yang sakit parah tak terhiraukan hingga sampailah pada kematiannya.
Nanti orang dagang banyak merugi sampai – sampai habis modal utamanya. Banyak wanita bersuami berbaur dengan pria lain, tidak dimadu atau diperistri secara syah. Banyak wanita bertingkah laku seperti laki – laki, dan benyal laki – laki jadi wanita (waria) atau berperan sebagai wanita. Banyak orang berbuat kesalahan, orang banyak berbuat kemaksiatan, orang jahat semakin merajalela (wong duro soyo ndrodo), dengan bekal cela/ kejelekan orang lain yang diajukan untuk membela diri untuk mencari kemenangan diri sendiri. Orang yang sungguh – sungguh banyak yang sia – sia sebaliknya yang jahat mereka yang berhasil ( koruptor yang kaya raya), banyak orang menyalahkan kitab, banyak orang mengharamkan agama, lupa pada Tuhan Yang Agung segalanya. Mereka menyembah berhala, ada juga yang menyembah lelembut, dan yang lainnya menyembah harta, uang, atau harta dianggap paling berkuasa, dengan uang semua keinginan dapat tercapai, mereka beragama Nasrani. Demikian itulah yang akan menduduki Tanah Jawa.
Para pedagang masih menguasai perekonomian waktu itu, keadaan seperti ini selama 100 tahun.
Kemudian Tuha memberi pertolongan pada tanah Jawa, musibah ditanah Jawa semua sudah selesai dan berakhir. Tuhan menjadikan raja ditimurnya Babaran di kota Srandil yang masih keturunan Nabi Muhammad, ibunya masih keturunan Mataram, asalnya Pesayongan. Raja ini menduduki dan menguasai tanah Jawa. Maka tegaklah sebagai raja atau pemimpin yang adil. Bermeditasi dengan sang Pencipta yang agung. Tak ada orang yang tahu atau menyangka sebelumnya kalau ia aka menjadi raja. Apabila ada manusia yang membangkang pasti tertejang, tertumpas, terhina dan hancur namanya. Timbulnya sang Tunjung Putih. Yang memusuhi semua dapat dirobohkan, musuh yang berani melawan pasti mati tertumpas habis karena pasukannya yang samara dan rahasia berasal dari Tuhan, berupa kelabang, kalajengking, dan segala yang berbisa.
Itulah semua pesanku. Ikutilah engkau nanti mengajak para lelembut untuk membantu raja yang adil ini!
Saya perkirakan ( Syekh Subakir meramalkan/ mamperkirakan tempat dan figure raja yang adil) kerajaannya di hutan ketonggo sebagai ibu kotanya. Raja ini bergelar sulta Nawang Tin Heru Cakra. Rakyat kecil hidupnya semakin enak, tak bersusah payah lagi. Orang – orang yang jahat banyak yang takut, durjana takut mencuri. Orang – orang yang suka taruhan, judi, sangat ketakutan. Kerajaan sangat baik.
Kemudian orang – orang mendatangi masjid – masjid untuk mencari kebaikan dan mereka menghendaki untuk menjadi santri untuk memperdalam agama. Besok pajaknya rakyat kecil untuk sawah sak jung (28.386 m2) Ketahuilah! Biaya untuk makan Sri Raja hanya 1.000, maka dia merasa terlalu banyak jika lebih dari 1.000. Raja ini tak menyukai harta lebih senang menjauhinya.
Murah sandang pangan, rakyat kecil bergembira lebih mulya hidupnya. Masa ini 100 tahun lamanya di bawah pimpinan Sri Raja. Besok sesudah lenyapnya pusat kota di Ketonggo itu, kemudian ada Raja kembar, yang satu kotanya di sebelah utaranya gunung BAHITO, yang satunya lagi kotanya ada diMadura. Ini 50 tahun lamanya, setelah lenyapnya pemerintahan raja kembar, besok ada raja yang beribukota di WARINGIN REBAH ini hanya 50 tahun juga.
Setelah hilangnya kota Waringin Rebah sebagai pusat kota kemudian ada raja lagi yang menggantikannya, kotanya berada diBALEBERAN lamanya 60 tahun lalu lenyap.”
Ki Togog dan Ki Semar hanya mendengarkan saja apa yang disampaikan oleh Syekh Subakir tanpa memberi komentar atau bantahan.
Sekh Subakir masih tetap meneruskan cerita kisah – kisah jangka tanah Jawa yang dinilai teramat penting itu.
“Setelah itu datanglah orang – orang Prenggi menguasai Tanah Jawa. Sedangkan orang Jawa besok diboyong ke Prenggi, dalam setiap tahunnya 1.000 orang. Jawa dikuasai orang Prenggi selama 30 tahun.
Lantas besok sultan kerajaan RUM mengirirm utusan untuk menolong tanah Jawa menggempur orang – orang Prenggi. Beberapa utusan ( pasukan) dari negara RUM berlayar datang ke Jawa untuk memerangi orang – orang Prenggi ITU. Maka lenyap dan habislah semua orang Prenggi. Maka keturunan Raja Waringin Rebah menjadi Raja Jawa yang beribukota diMajapahit. Raja ini berkuasa selama 39 tahun. Sudah genaplah umurnya tanah Jawa, gunung – gunung meletus hancur lebur berterbangan, maka api berkobar menjilat – jilat menyala dimana – mana. Gemblegar suara gunung, gemuruh sangat menakutkan, tiada tempat berlindung bagi penghuninya. Gunung TIDAR mengeluarkan air bah, hancur dan lenyaplah pulau Jawa dari permukaan bumi, tenggelam oleh air bah dan rata dengan lautan.
Ki Semar dan Ki Togog tetap seksama mendengarkan jangka (ramalan) tanah Jawa dari Syekh Subakir.
“Ki Semar dan Ki Togog …! Telah habislah ceritaku mengenai riwayat tanh Jawa ini. Wahai Kisanak …! Aku akan pulang ke RUM, masa bodohlah dengan masa yang telah lalu, manusia sudah banyak di tanah Jawa ini. Wahai kisanak engkau rawatlah setelah kepergianku. Ingat – ingatlah pesanku dan laksanakanlah!
Ki Semar dan Ki Togog pasrah saja dengan apa yang telah dikatakan padanya.
Setelah berkata demikian Syekh Subakir meninggalkan Semar dan Togog, mereka berdua mengantarkan Syekh Maulana Subakir sampai ke pantai.
Sang pendeta RUM itu talah berlayar menuju negerinya, kembali ke tanah airnya.
Dua leksa orang kepala keluarga itu mewarnai tanah Jawa nan subur, dengan kiprahnya, telah membuka hutan dan sudah menjadikannya sawas – sawah, lading dan pemukiman.
Sang Semar menjadi tua, jika berkumpul dengan manusia, berkumpulnya dengan manusia atau orang – orang yang besar ( maksudnya pembesar/pemimpin atau penguasa, yaitu manusia yang dihormati banyak orang, diikuti kehendak atau keinginannya dan di turut perkataanya).
Para Raja yang dibimbingnya tidak mau menghalangi apa saja yang dikehendaki Sang Hyang berdua.



IN THE END